Dirjen OTDA Kemendagri, Penerapan Kebijakan Desentralisasi Asimetris Merupakan Manifestasi

oleh -455 Dilihat

MANOKWARI, PapuaStar.com – Pemerintah Provinsi Papua Barat menggelar Rapat Koordinasi Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia ke-8 Tahun 2023, Selasa (26/09/2023).

Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus (Otsus) dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (Otda) Dirjen Otda Kemendagri RI Valentinus Sudarjanto Sumito S.IP M.Si mengatakan, undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur secara garis besar mengenai konsep Desentralisasi di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945, ayat (2) dan ayat (5) bahwa Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan serta menjalankan otonomi yang seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Lebih lanjut dikatakan, hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 18A UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

(1) hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang,” terang Valentinus Sudarjanto Sumito saat memberikan sambutan, di halaman kantor Gubernur Papua Barat-Arfai, Selasa (26/09/2023).

Lanjut Sumito, dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah” dalam Pasal 18A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 ini sebenarnya mengindikasikan bahwa konstitusi menghendaki adanya pengaturan yang berbeda bagi tiap-tiap daerah untuk mengoptimalkan potensi dan sumber dayanya berdasarkan kekhasan dan keanekaragaman daerah.

Hal ini semakin diperkuat dengan adanya Pasal 18B UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Ketentuan mengenai pengaturan kekhususan dan penghormatan terhadap keragaman suatu daerah sebenarnya juga berlaku secara universal.

Setidaknya ada 5 hal yang diakui dan menjadi pertimbangan negara-negara di dunia memberikan kekhususan kepada level pemerintahan di bawahnya, yaitu:

Kekhususan diberikan karena daerah tersebut merupakan ibu kota dari suatu negara, misalnya saja IKN;

Kekhususan diberikan untuk menjaga daerah tersebut agar tidak terjadi konflik dan gerakan separatis, misalnya saja Papua;

Kekhususan diberikan kepada daerah karena negara mengakui kekhususan bidang sejarah dan kebudayaan, misalnya saja DIY;

Kekhususan diberikan kepada daerah karena daerah tersebut memiliki peluang pada sektor ekonomi.

Iya mencontohkan misalnya saja, HongKong, di Indonesia kekhususan ini akan diberikan kepada Jakarta pasca berpindahnya ibu kota negara di Pulau Kalimantan.

RUU terhadap kekhususan Jakarta pasca tidak lagi menjadi ibu kota negara, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan memasuki proses pembahasan bersama dengan DPR RI;

Terakhir, kekhususan diberikan kepada daerah sebagai bentuk respon negara untuk mengatasi persoalan perbatasan negara, misalnya Kota Quebec untuk penyelesaian perbatasan antara Canada dan USA.

Politik hukum (legal policy) tentang desentralisasi yang digariskan UUD Negara RI Tahun 1945 mengisyaratkan keniscayaan penerapan “desentralisasi asimetris” yang menekankan kekhususan, keistimewaan, keberagaman daerah, serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional juga sejalan dengan norma-norma yang berlaku universal.

Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) adalah pendelagasian kewenangan khusus yang diberikan pada daerah tertentu dalam suatu negara.

Sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjaga eksistensi daerah dalam kerangka memperkuat keutuhan NKRI.

Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris merupakan sebuah manifestasi dari pemberlakuan keistimewaan dan kekhususan.

Dalam praktik ketatanegaraan Republik Indonesia, daerah-daerah yang berstatus daerah istimewa dan daerah khusus adalah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Provinsi Papua & Papua Barat, dan sekarang bertambah 4 (empat) provinsi baru di Wilayah Papua yaitu Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Barat Daya.

Kesembilan provinsi ini secara legal formal sudah memperoleh rekognisi/pengakuan dari negara.

Inti desentralisasi asimetris adalah terbukanya ruang gerak implementasi dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan pemerintahan daerah di luar ketentuan umum dan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Oleh karena itu, ruang gerak yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada daerah-daerah asimetris ini, harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.

Kewenangan-kewenangan khusus yang dimiliki serta bentuk-bentuk kekhususan lain yang diberikan dapat dijadikan sebagai peluang untuk mewujudkan kesejahteraan Masyarakat.

Kebijakan yang diterapkan di tingkat lokal tetap sesuai dengan tujuan nasional,” jelasnya.(PS-08)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *