MANOKWARI, PapuaStar.com – Pihak keluarga GS korban dugaan pengeroyokan oleh anggota Polres Manokwari meminta Kapolres untuk menangani kasus tersebut secara transparan dan berdasarkan fakta lapangan.
Desakan ini dilontarkan keluarga korban atas pernyataan Kapolres Manokwari AKBP Parasian Herman Gultom saat dikonfirmasi awak media pada 17 Mei 2022. Keluarga menilai bahwa pernyataan Kapolres tidak sesuai dengan fakta yang dilakukan beberapa oknum anggotanya.
Sebab pernyataan Kapolres dinilai sangat menyudutkan pihak korban, sementara keluarga korban mengaku belum ada pemeriksaan terhadap saksi korban terkait kronologis kejadian yang sebenarnya.
“Sampai saat ini adik kami belum bisa dipaksakan untuk berfikir berat. Pernyataan Kapolres kepada media juga harusnya ada klarifikasi dari adik kami sebagai korban, jangan menyudutkan dia (GS). Dengan demikian Kapolres tidak profesional, jangan mengeluarkan pernyataan yang membuat kami marah,” tandas Nofti Tapilatu, Jumat (20/5/2022).
Nofti menjelaskan bahwa tugas kepolisian adalah sebagai pengayom masyarakat, bukan melakukan tindakan yang dapat mencoreng nama baik institusi Polri.
Oleh sebab itu atas insiden yang menimpa GS, keluarga meminta Kapolres untuk dapat menindak para pelaku secara transparan dan sesuai aturan yang berlaku. Jika demikian, para terduga pelaku harus dikeluarkan dari institusi kepolisian.
Dirinya juga meminta Kapolres Manokwari untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat menyinggung keluarga korban. Sebab menurut Nofti, harus ada keterangan dari kedua bela pihak baru dapat disimpulkan penyebab utama hingga terjadi dugaan pengeroyokan itu.
“Kami minta proses ini tetap jalan. Pelakunya juga harus di hukum seberat-beratnya sampai pelaku dicopot dari institusi kepolisian dan jangan ada versi yang dikeluarkan oleh Kapolres sebelum ada keterangan dari korban,” tutup Nofti.
Sejalan dengan itu kakak kandung korban Risca Fransina Simbiak menambahkan bahwa GS dikenal dalam lingkungan keluarga dan tetangga adalah anak penurut bahkan tidak pernah mengikuti balapan liar.
Sebelum kejadian dugaan pengeroyokan itu, sambungan Risca, korban GS yang adalah adiknya meminta ijin untuk menghadiri perayaan HUT temannya. Saat perayaan berlangsung, korban meminta pulang kerumah karena sakit perut, kemudian meminjam motor temannya karena korban tidak memiliki motor. Saat menuju rumah, korban mendapati sekelompok aparat kepolisian yang sedang melakukan pengamanan. Saat itu menjadi awal mulanya dugaan aksi pengeroyokan.
“Saudara GIS adalah anak yang patuh dan bertanggung jawab dalam kesehariannya dilingkungan rumah dan tetangga. Selama ini saudara GIS tidak pernah terlihat mabuk-mabukan atau membuat masalah baik dilingkungan rumah maupun tetangga dikompleks tempat tinggalnya di Brawijaya Kelurahan Padarni,” tukas Risca.
Bahkan kata Risca setelah aksi dugaan pengeroyokan oleh oknum polisi, GS dan salah satu rekannya diamankan ke Mapolres Manokwari. Ironisnya, dalam perjalanan menumpangi mobil patroli milik Polres Manokwari, GS dan rekannya terus mendapat siksaan dan kata-kata kasar. Dalam kondisi yang sudah tidak berdaya itu, keluarga menyayangkan tindakan kepolisian yang tidak melakukan penanganan medis.
“Ketika selesai pada tempat kronologis kedua kenapa oknum masih juga mengancam dan mukul korban GIS dan saudara N hingga tiba di Polres Manokwari. Waktu masih berada di Polres Manokwari mengapa pada saat korban mengalami sesak nafas dan lemas, petugas tidak mengambil tindakan untuk membawanya ke Rumah Sakit terdekat,” tutupnya.
Pasca dugaan aksi pengeroyokan oleh oknum aparat kepolisian, korban GS kini tengah menjalani perawatan yang intensif di BLUD RSU Manokwari akibat hantaman benda tumpul di bagian kepala dan mata kanan, sehingga korban mengalami trauma dan belum dapat dipaksakan untuk berfikir.(PS-01)