MANOKWARI, PapuaStar.com – Mendiskusikan Hasil Kajian Kualitatif Pembangunan Ekonomi Hijau dan Kondisi Sosial Demografi Penduduk Indonesia yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Pusat Riset Kependudukan-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRK-BRIN) yang didukung oleh Pemda Provinsi Papua dan Papua Barat, di Aston Niu Manokwari Hotel, Kamis (10/11/2022).
Dihadiri oleh : Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan dan Sosial Humaniora, BRIN Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN, Nawawi, Ph.D
Kepala Balitbangda Papua Barat Charlie Heatubun menuturkan, semoga dapat memberikan kontribusi pemikiran agar hasil kajian ini dapat dengan mudah dipahami dan diterapkan di Papua dan Papua Barat untuk keberlanjutan sumberdaya alam dan kesejahteraan masyarakat.
“Saya atas nama pribadi dan Pemerintah Provinsi Papua Barat, ingin menyampaikan apresiasi atas hasil Kajian Kualitatif Pembangunan Ekonomi Hijau dan Kondisi Sosial Demografi Penduduk Indonesia. Kajian ini sangat relevan dan menjadi isu sentral kami disini dimana ekonomi hijau dapat dilaksanakan dengan baik yang didukung oleh kebijakan ekonomi pemerintah,” tuturnya saat membacakan sambutan dari Penjabat Gubernur Papua Barat Komjen Pol Purn Drs.Paulus Waterpauw M.Si.
Pandemi COVID-19 masih menjadi tantangan utama dalam pemulihan ekonomi global. Sehingga IMF mengoreksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 menjadi 4,4 % dari sebelumnya 4,9%. Revisi ini disebabkan adanya risiko global yang membayangi perekonomian salah satunya perubahan iklim dalam jangka menengah dan panjang.
“Indonesia menjadi salah satu dari 126 negara yang menandatangani Paris Agreement untuk mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Delegasi Indonesia sedang berjuang di COP 27 EGYPT yang telah berlangsung sejak tanggal 6 sampai 18 November,” beber Heatubun.
Dikatakan Heatubun, Komitmen Indonesia untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca melalui pembangunan hijau merupakan hal penting dalam rangka mendukung keberhasilan arah kebijakan dan implementasi pembangunan berkelanjutan yang rendah emisi dengan memperhatikan 5 kategori sektor :
- Kehutanan;
- Energi;
- Pertanian;
- Industri;
- Limbah.
Perlu diketahui, pada tahun 2030 Indonesia bertujuan mengurangi emisi CO2 sebesar 31,89% sambil mempertahankan pertumbuhan PDB tahunan sebesar 7%, untuk mendukung agenda “ekonomi hijau”. Insiatif ini sejalan dengan agenda global COP UNFCCC ke-21 di Paris yang lalu menghasilkan kesepakatan Nationally Determined Contribution (NDC) yang mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh para negara pihak dalam kerangka waktu pasca-2020.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan sosial dan demografi. Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan, meskipun laju pertumbuhan penduduk terjadi penurunan. Jika dilakukan penelaahan lebih mendalam, proyeksi penduduk memperlihatkan Indonesia akan masuk dalam populasi penduduk menua (aging population).
Dalam waktu yang bersamaan, indikator lingkungan hidup belum juga menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pengelolaan sampah yang berkontribusi pada penurunan kualitas lingkungan permukiman belum maksimal, eksploitasi sumberdaya laut, seperti penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut masih tetap berlangsung, dan luasan wilayah hutan lindung makin berkurang akibat tekanan produksi dan kebutuhan pasar.
Dalam ekonomi hijau atau green economy sangat penting untuk dapat dihasilkan produk yang ramah lingkungan serta penerapan teknologi ramah lingkungan dan dukungan pendanaan berkelanjutan serta tidak lupa juga dengan dukungan kearifan lokal.
Ekonomi hijau akan mendorong pergerakan industri hijau dengan prinsip efisiensi dalam proses produksi dan efektifitas dalam penggunaan sumberdaya alam berkelanjutan. Upaya-upaya ini antara lain penerapan produksi komoditas unggulan non- deforestasi yang sedang digalakkan di Provinsi Papua dan Papua Barat, konservasi energi, eco- design, serta proses daur ulang yang rendah emisi. Upaya-upaya ini mendukung pembangunan rendah emisi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Oleh sebab itu pelibatan aspek demografi yang menekankan dinamika kependudukan menjadi penting dalam paradigma ekonomi hijau. Pelibatan ini bukan hanya dari sisi kuantitas, namun yang jauh lebih penting adalah kualitas kependudukan itu sendiri. Hal ini kami khususnya di Papua Barat terus berbenah untuk meningkatkan kapasitas terutama pada generasi muda agar menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi hijau di masa mendatang.
Transformasi adalah kata kunci yang kita pelajari setelah berhadapan dengan pandemic dan memasuki masa pemulihan dan new normal. Kebijakan berbasis sains untuk mendukung arah dan praktik ekonomi hijau seperti yang dilakukan oleh kajian ini di seluruh wilayah Provinsi di Indonesia, dan terutama di Provinsi Papua dan Papua Barat yang sudah berkomitmen dalam Deklarasi Manokwari untuk menjadi provinsi konservasi dan pembangunan berkelanjutan dengan tetap berkontribusi secara nyata dan signifikan kepada agenda strategis pembangunan nasional.
Melalui kesempatan ini, saya ingin memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas diadakannya acara ini, sehingga kita semua bisa memiliki kesepahaman yang sama atas urgensi praktik ekonomi hijau dan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan.
Sejalan dengan pembangunan ekonomi hijau, kami disini di Papua Barat selalu menekankan “Jangan tinggalkan air mata kepada cucu kita, tinggalkanlah mata air untuk masa depan mereka.(PS-08)